Kawasan Dieng- Inilah awal perjalananku bersama dua temanku Andri dan Trianto, mereka adalah teman semasa sekolah. Perjalanan ini berawal ketika Trianto mengirimkan BBM kalau ingin mengajak ke Dieng, dalam bayanganku Dieng itu Bromo, tanpa pikir panjang akupun setuju menggunakan motor, mumpung sejak lama aku juga ingin ke sana. Tapi, tau sendirilah ternyata Dieng dan Bromo itu beda coy! Beda ternyata!
Awalnya mau berangkat sekitar pukul 5 sore tapi ternyata cuaca tidak mendukung dan tidak disangka yang berangkat hanya bertiga, akhirnya sekitar pukul 8 malam ketika hujan mulai reda Andri dan Trianto ke rumahku untuk mencari orang satu lagi agar pas ber empat sekaligus cari motor satu lagi karena motor Trianto malah rantai longgar kawatir jika putus di tengah jalan.
Singkat cerita teman kami satu sekolahan dulu juga bisa ikut dan motornya mau bersedia motornya digunakan dan kami akhirnya pukul 9 malam baru pergi menuju ke rumahnya, tapi karena tidak tau lokasinya pasnya janjian di pasar Muntilan, ketika sudah sampai sana baru SMS. Hmm, kalau inget kejadian ini mau pijek-pijek rasanya hahaha, sesampainya di Pasar Muntilan teman kami itu malah ditelpon berulang kali tidak ada jawaban. Sampai jengkel akhirnya kami memutuskan untuk lanjut, dengan kondisi motor Triyanto yang rantainya longgar, berdoa semoga tidak putus. Akupun membonceng Andri.
Kami berangkat dengan modal nekat dan lokasi tujuan tanpa tau jalan sebenarnya, entah daerah mana kami di sana sepanjang jalanan penuh kabut jarak pandang tidak lebih dari 5 meter, apalagi kalau merem. Ke Dieng tujuan pertama kami adalah Sikunir untuk memandang Sunset, tapi jam sudah menunjukan malam, kamipun pesimis bisa sampai sana tepat waktu, tapi sudahlah yang penting liburan niat kami.
Entah, sampai jalan mana tiba-tiba rantai motor milik Triyanto putus, sontak kami berhenti dan panik, karena sepanjang jalan hanya terlihat jurang dan gelap. Sangat minim penerangan. Alhamdulilah, nasib baik masih bersama kami, ketika menuntun motor balik ternyata ada tukang tambal ban yang masih buka, kamipun langsung mencoba bertanya bisa tidak membantu membetulkan ratai putus.
Dengan seksama tukang tambal itu memandang dan menolak, sempat ragu akhirnya mau membenahi. Kami duduk di kursi yang tersedia di tambal ban itu, sebenarnya bukan hanya tambal ban tapi juga warung yang menjual berbagai cemilan. Telah lama otak-atik tukang tambal ban itu malah tanya tentang laptopnya kenapa rusak, behhh, bahkan ngancam suruh benerin kalau tidak mau gak akan diselesaikan rantainya. Kamipun akhirnya menejelaskan ngalor ngidul dan bapak itu mau mengerti. Behh, benar aneh-aneh saja. Hahahaha.
Setelah selesai Triyanto langsung mencoba untuk berputar-putar, kami bernegosiasi akan melanjutkan perjalanan atau tidak karena kawatir terjadi seperti ini lagi terulang. Andri memilih kembali pulang saja, tapi Triyanto tetap ingin melanjutka karena sudah sejauh ini, kami berkonsultasi juga kepada tukang tambal ban bisa tidak kita sampai ke atas. Ok, fix lanjut!
Dengan hati was-was kami melanjutkan perjalanan, dengan jalan gelap dan berliku-liku. Darrrrr! Motor yang aku naiki bersama Andri menabrak lubang yang mengakibatkan ban meledak. Semua wajah mulai terlihat panik. Behhh, tapi entah nasib baik datang lagi, ketika melihat di depan ternyata ada tukang penjual ban, gila aja hampir pukul 1 dini hari masih buka coyy!
Oke, kelanjutannya perjalanan ke Dienglain waktu yak, tapi santai kita sampai kogdi Sikunir rap...... Ada deh! Itu foto di gapura ketika pulang, maaf foto ketika perjalanan malam pas berangkat gak ada, soalnya kamera tidak mendukung di tempat gelap, tenang tulisan selanjutnya full gambar dan fotoku :p
Jika ada yang punya pengalaman boleh berbagi di komentar kog :D